Dilema Ahok : Perbaiki Dulu Pemimpin Muslimnya

Pertama kali nulis artikel beneran. Tanpa pake bahasa nyante dan segala macem. Langsung baca aja, enjoy 😉


 

Kita semua telah familiar dengan nama beliau, Basuki Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Gubernur non-aktif DKI Jakarta tersebut tengah tersandung kasus penistaan agama. Hal tersebut dilakukan saat beliau berkampanye di Pulau Seribu dan menyampaikan salah satu ayat Al-qur’an. Berbagai pro kontra pun terjadi, mulai dari unsur kesengajaan oleh Ahok sendiri hingga kepentingan politik. Apapun itu, hal yang dilakukan beliau memicu kemarahan mayoritas umat salah satu agama di Indonesia. Puncaknya, aksi damai pada tanggal 4 November 2016 lalu telah terjadi. Kegiatan yang dilakukan oleh sebagian besar Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bertujuan untuk segera memproses hukum atas kasus tersebut.

 

Reaksi masyarakat di sosial media juga tidak kalah heboh. Mulai dari meminta Ahok segera dipenjara, hingga berujung pada caci maki satu sama lain. Dari kedua reaksi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa Ahok tidak layak menjadi pemimpin.

 

Mengacu pada ayat Al-qur’an yang dibawa Ahok pada saat kampanye, berikut adalah isi dari ayat tersebut :

 

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim.”

 

-Al-qur’an surat Al-Maidah ayat 51-

 

Dari ayat tersebut, disebutkan bahwa masyarakat dilarang memilih pemimpin Yahudi dan Nasrani. Kita semua tahu bahwa Ahok bukanlah pemimpin yang beragama muslim, tetapi Nasrani. Dapat diambil kesimpulan awal bahwa kita dilarang memilih beliau pada Pilkada DKI Jakarta 2017 nanti.

 

Para pembaca, terutama yang beragama muslim tentunya harus taat pada apa yang disampaikan oleh Al-qur’an secara teori. Tidak terkecuali saya. Namun bagaimana kita bisa memilih pemimpin yang beragama muslim jika calon pemimpinnya sendiri tidak dapat dipercaya ? Kita semua telah menyadari bahwa kenyataan di lapangan tidak menunjukan kondisi yang kondusif untuk memilih pemimpin tersebut. Masyarakat Indonesia saat ini mengalami krisis kepercayaan akan pemimpinnya.

 

Tidak perlu jauh-jauh, pada tahun 2011, Kementerian Agama Ahmad Jauhari tersandung kasus korupsi pengadaan Al-qur’an. Contoh yang sama dilakukan oleh menteri yang sama, Suryadharma Ali mengenai penyelenggaraan haji tahun 2012. Masih ada contoh kasus kriminal lain yang dilakukan oleh para petinggi-petinggi kita, yang sayang sekali, sebagian besar beragama muslim.

 

Kita tentu telah mengetahui syarat menjadi pemimpin yang baik. Tidak hanya dekat dengan masyarakat, tetapi juga harus memberikan contoh yang baik juga bagi rakyatnya. Tidak lupa, amanah dan bebas dari tindakan kriminal juga diperlukan sebagai pemimpin. Pada intinya, menjadi pemimpin sendiri memiliki banyak syarat, yang ditambah juga oleh syarat keagamaan.

 

Kembali ke permasalahan awal, tidak hanya krisis kepercayaan yang dialami, tetapi masyarakat juga mengalami dilema yang diibaratkan buah simalakama. Berdasarkan ayat Al-qur’an tersebut, masyarakat yang memilih pemimpin selain muslim tersebut termasuk dalam “golongan non-muslim”. Sedangkan pemimpin yang beragama muslim yang memenuhi kriteria yang telah disebutkan tadi hanya bisa dihitung jari. Padahal, kita semua memiliki tujuan yang sama, yaitu taat kepada Tuhan-Nya.

 

Kasus Ahok menyadarkan kita semua mengenai perlunya perbaikan kualitas pemimpin. Dari apa yang terjadi selama beberapa tahun, kita telah melihat bagaimana kinerja Ahok sebagai gubernur. Mulai dari diusutnya kasus korupsi, berkurangnya masalah banjir, hingga perbaikan jalan yang lebih baik. Tidak heran jika Ahok masih disegani rakyat Jakarta, walaupun beragama non-muslim karena kinerjanya yang patut diancungi jempol.

 

Untuk mengakhiri tulisan ini, maka sudah selayaknya calon pemimpin yang beragama muslim memperbaiki diri. Tidak perlu jauh-jauh ke luar negeri, contohlah apa yang ada di negara kita. Ibu Tri Rismaharini alias Risma, salah satunya. Beliau berhasil membuat kota Surabaya yang semula biasa saja menjadi meraih berbagai penghargaan nasional dan internasional. Bahkan hingga penutupan lokalisasi Dolly, yang dikenal sebagai lahan prostitusi terbesar di Asia. Ada juga Bapak Ridwan Kamil, yang sangat dekat di hati masyarakat Bandung. Pembenahan kota Bandung, bahkan hingga program kerja yang kreatif adalah sebagai bukti kepuasan kinerja walikota tersebut. Tentunya masih banyak lagi yang bisa dicontoh. Dengan memperbaiki kualitas calon pemimpin yang beragama muslim, maka masyarakat jadi tidak takut untuk menerapkan perintah yang disampaikan oleh Tuhan YME.

2 Comments

    1. Hmm.. Emang sih kadang ada toleransi ketika kita ngelakuin secara terpaksa dan gak ada pilihan lain. Cuman sekali lagi, serba salah juga kan ?

      Orang-orang politik yang mendukung di belakangnya seharusnya dibasmi, ato jika perlu, dimusnahkan aja. Biar transparan dan adil

      Suka

      Balas

Komentar di sini